Penggunaan UU ITE Dalam Penanggulangan Aksi Pembobolan ATM Bank
Jakarta, 2 Pebruari 2010.
Beberapa waktu
terakhir ini sebagian warga masyarakat (khususnya yang sering melakukan
transaksi pengambilan uang melalui sejumlah ATM pada beberapa bank
tertentu) dibuat cukup gelisah sehubungan dengan masih cukup maraknya
kasus pembobolan rekening nasabah pada beberapa bank tertentu dengan
cara melakukan tindak pemalsuan kartu ATM. Sejauh ini pihak aparat
penegak hukum dari Kepolisian RI di beberapa daerah telah berhasil
melakukan penangkapan terhadap beberapa orang yang diduga telah
melakukan pembobolan rekening nasabah tersebut. Dalam konteks ini
Kementerian Kominfo perlu menyampaikan penjelasan tentang penggunaan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Traksaksi Elektronik
(yang lebih populer dengan istilah UU ITE) dalam memberikan referensi
hukum untuk menjerat aksi kriminalitas yang menggunakan sistem
elektronik. Dalam UU ITE telah diatur banyak perbuatan yang terkait
dengan tindak pidana siber termasuk perbuatan yang dilarang
mendistribusikan informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan
atau pencemaran nama baik, perbuatan yang berakibat tergangunya sistem
elektronik, perbuatan yang dapat diaksesnya informasi elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dan perjudian, dan UU ITE juga
jelas telah mengatur perbuatan yang dilarang untuk memperoleh informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik serta yang merusak,
menghilangkan, memindahkan informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik milik orang lain. Dengan demikian dalam UU ITE telah mengatur
tentang konsekuensi hukum atas perusakan alat untuk memasukkan kartu
ATM yang diganti dengan skimmer yang tengah terjasdi di mesin-mesin ATM.
Terhadap pelaku yang diduga telah melakukan pembobolan tersebut, UU ITE menyebutkan, bahwa minimal dapat dijerat dengan Pasal
30 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa s etiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem
elektronik milik orang lain dengan cara apa pun ; dan ayat
(3) yang menyebutkan, bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan
cara apa pun dengan melanggar, m enerobos, melampaui, atau menjebol
sistem pengamanan . Di samping itu, juga dapat dijerat dengan Pasal
32 ayat (2) yang menyebutkan, bahwa s etiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun memindahkan atau
mentransfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada
sistem elektronik orang lain yang tidak berhak . Dan ketentuan berikutnya yang juga dapat digunakan adalah Pasal
36, yang menyebutkan, bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain .
Ini artinya, tindakan kejahatan perbankan dan berikut ancaman
hukumannya tersebut dapat dijerat dengan UU ITE sehingga aparat
kepolisian telah mempunyai landasan hukum untuk mengambil tindakan
penyelidikan dan penyidikan kejahatan kartu ATM dan transaksi elektronik
lainnya.
Kegiatan-kegiatan dalam sistem elektronik menurut UU ITE
yang dilarang untuk dilakukan adalah yang tersebut pada Pasal 27 sampai
dengan Pasal 34 (karena mengakibatkan kerugian bagi orang lain), yang
memuat pasal-pasal yang dalam sistem elektronik tidak boleh dilakukan
dan dapat diancam dengan hukuman. Seperti misalnya yang bermuatan kesusilaan,
perjudian, pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau pengancaman, berita
bohong dan yang menyesatkan, rasa kebencian dan permusuhan berdasarkan
SARA, ancaman kekerasan yang menimbulkan ketakutan, mengakses siatem
elektronik milik orang, mengakses dengan cara apapun untuk memperoleh
data elektronik, dan mengakses sistem elektronik hingga mengakibatkan
jebolnya keamanan sistem elektronik. Selain itu yang dilarang adalah
yang bermuatan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik
milik orang lain yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
mengubah dan menghilangkan informasi elektronik, memindahkan atau
mentransfer informasi elektronik kepada sistem elektronik orang lain
yang tidak berhak, mengakibatkan terbukanya suatu informasi elektronik
yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan
data yang tidak sebagaimana mestinya, mengakibatkan terganggunya sistem
elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya dan lain
sebagainya.
Ketentuan-ketentuan yang bisa dikenakan
pada orang yang diduga telah melakukan pembobolan nasabah melalui ATM
bank adalah karena salah satu tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan
transaksi elektronik sebagaimana diatur pada Pasal 4 huruf (e) UU ITE
adalah untuk memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi
pengguna dan penyelenggara teknologi informasi. Sedangkan kepada pihak
bank yang melakukan layanan ATM dan terhadap ATM tersebut telah terjadi
pembobolan rekening nasabah, maka diminta kehati-hatiannya, karena bank
dalam hal ini dapat dianggap sebagai penyelenggara sistem elektronik
karena menyelenggarakan sistem transaksi dalam layanan perbankan melalui
ATM. Yang diperlukan kehati-hatian oleh pihak bank adalah terkait Pasal
1 UU ITE, khususnya pada point (6) menyebutkan, bahwa penyelenggaraan
sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh
penyelenggara negara, orang, badan usaha, dan/atau masyarakat. Dalam implementasinya, pihak suatu bank yang menyelenggarakan layanan ATM dan telah terjadi pembobolan harus memperhatikan Pasal
15 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa setiap penyelenggara sistem
elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan
aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik
sebagaimana mestinya . Selain itu disebut pula pada Pasal
15 ayat (2) yang menyatakan, bahwa penyelenggara sistem elektronik
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan sistem elektroniknya . Akan tetapi, ada juga ketentuan yang dapat melindungi pihak bank , sebagaimana disebut pada Pasal
15 ayat (3) yang menyebutkan, bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan
memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik. UU ITE juga mengatur tentang hak hukum yang dimiliki masyarakat tersebut diatur di Pasal
38 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa setiap orang dapat mengajukan
gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau
menggunakan teknologi Informasi yang menimbulkan kerugian ; dan ayat
(2) yang menyebutkan, bahwa masyarakat dapat mengajukan gugatan secara
perwakilan terhadap pihak yang menyelenggarakan sistem elektronik
dan/atau menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan
masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan . Lebih lanjut tentang konsekuensi hukum perbankan diatur di dalam UU Perbankan.
Kementerian
Kominfo juga menyadari, bahwa aparat penegak hukum tentu pada awalnya
secara primer menggunakan ketentuan yang diatur di dalam KUHP, khususnya
Pasal 263 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa barang siapa
yang membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan
sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan
sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau
menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan
tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan
kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam
tahun . Demikian pula yang disebut pada Pasal
263 ayat (2) yang menyebutkan, bahwa diancam dengan pidana yang sama,
barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau dipalsukan
seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian .
Selanjutnya, masih menurut KUHP, maka pelaku yang diduga telah
melakukan pembobolan rekening nasabah bank tersebut juga dapat dianggap
melanggar ketentuan yang diatur di Pasal 362, yang
menyebutkan, barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah .